Problem utama sistem logistik di wilayah Maluku adalah rendahnya daya dukung dan keterpaduan sistem transportasi yang menyebabkan mahalnya biaya logistik sehingga menimbulkan disparitas harga barang yang lebar antara pusat produksi dengan pedagang eceran atau konsumen. Penyebabnya antara lain jumlah muatan (cargo) balik dari Maluku cukup rendah, sehingga biaya transport pergi/pulang dibebankan hanya pada muatan pergi. Disamping itu, kesesuaian atau ketepatan moda transportasi yang dioperasikan turut memberikan andil terhadap rendahnya kinerja sistem logistik. Banyak usaha pelayaran di Maluku yang sulit berkembang karena rendahnya faktor muat (load factor). Untuk mengatasi hal itu, salah satu dosen Prodi Teknik Industri, Dr. Hanok Mandaku, S.T., M.T. tergerak untuk mengangkatnya dalam tema penelitian yang didanai dari PNBP Fakultas Teknik pada 2022 ini.
Berdasarkan hasil penelitian Mandaku, ditemukan dua implikasi dari struktur wilayah Provinsi Maluku yang berkepulauan, yakni pertama, komoditas beragam tetapi dalam jumlah sedikit; dan kedua, bangkitan pergerakan penumpang disertai barang komoditas meskipun dalam jumlah relatif kecil. Atas dasar itu, Mandaku berpendapat bahwa jenis moda yang cocok dialokasikan untuk wilayah kepulauan adalah angkutan penyeberangan (ferry) karena kehandalannya dalam mengangkut penumpang (orang) dan barang sekaligus. Dengan demikian, problem faktor muat yang dikeluhkan dapat diatasi, karena muatan penumpang dan barang dapat saling melengkapi atau menunjang guna mengoptimalkan faktor muat sehingga usaha pelayaran berkesempatan memperoleh keuntungan dan menjaga kelangsungan usahanya. Disamping itu, operasional kapal ferry selain memperlancar distribusi general cargo dari sentral distribusi di Pelabuhan Yos Sudarso Ambon ke sejumlah pelabuhan lokal, juga membantu memasarkan komoditas masyarakat dari wilayah produksi melalui pelabuhan lokal ke pasar yang umumnya terdapat di wilayah perkotaan serta berkontribusi terhadap peningkatan muatan balik dari wilayah Maluku.
Langkah berikutnya menurut Mandaku adalah upaya untuk menata stuktur dan pola pelayaran angkutan penyeberangan agar dapat berperan optimal. “Untuk memastikan bahwa angkutan penyeberangan dapat berperan optimal dalam mendistribusikan general cargo sekaligus mengkonsolidasikan muatan balik berupa komoditas lokal dari berbagai wilayah di Maluku maka diperlukan penataan struktur dan pola jaringan angkutan penyeberangan”, demikian kata Mandaku yang ditemui di sela-sela presentasi hasil penelitian yang didanai dari PNBP Fakultas Teknik tahun 2022 pada 22 Oktober lalu.
Dalam presentasi hasil penelitiannya, Mandaku berhasil melakukan simulasi terhadap 3 model jaringan, yaitu Multiport Callling, Direct Port dan Hub and Spoke dengan 3 skenario, yaitu Skenario I yang mengakomodasi 3 pelabuhan hub, Skenario II yang mengakomodasi 4 pelabuhan hub dan Skenario III yang mengakomodasi 5 pelabuhan hub.
Menurut Mandaku, dari tiga model pola pelayaran, maka pola pelayaran hub and spoke lebih cocok untuk diterapkan pada konteks wilayah kepulauan, karena mampu proses konsolidasi muatan dan menunjang aktivitas sosial-ekonomi masyarakat di setiap pelabuhan hub yang umumnya terdapat di Ibukota Kebupaten. Untuk skenario yang optimal berdasarkan kriteria waktu pelayaran adalah skenario II yang mengakomodasi 4 pelabuhan hub dan total waktu pelayaran 3,65 hari/trip. Sedangkan untuk skenario optimal berdasarkan jangkauan wilayah pelayaran adalah skenario III yang mengakomodasi 5 pelabuhan hub dan total waktu pelayaran 3,80 hari/trip.
“Konsep ini merupakan ikhtiar kita untuk mengatasi problem sistem logistik wilayah Maluku demi peningkatan kesejahteraan rakyat. Hal tersebut sejalan dengan visi sistem logistik nasional, yakni terwujudnya sistem logistik yang terintegrasi secara lokal, terhubung secara global untuk meningkatkan daya saing nasional dan kesejahteraan rakyat”, demikian pungkas Mandaku.